Minggu, 11 Juni 2017

PANGERAN CAKRAADININGRAT V




PANGERAN CAKRAADININGRAT V
(1745 -1770)
15 November 1745, Bupati Sedayu, Raden Adipati Secoadiningrat, menggantikan tahta Kerajaan Madura Barat pengganti Pangeran Cakraningrat IV (Raden Djoerit). Beliau juga berdiam di kraton Sembilangan.
Dua tahun setelah bertahta yaitu pada tahun 1747 Pusat Pemerintahan, Kerajaan Bangkalan dipindah dari Sembilangan ke Bangkalan (di tanah yang sekarang berdiri rumah Kabupaten dan Kodim Bangkalan). Kompeni Belanda mendirikan benteng pertahanan di Bangkalan yang ditempati serdadu-serdadu Kompeni Belanda, maksudnya untuk tidak memberikan peluang kepada keluarga Madura untuk melakukan perlawanan atau pemogokan pada Kompeni Belanda (1747). Benteng tersebut kemudian dipakai sebagai kantor Asisten-Residen Bangkalan. Pada tahun 1747 Raden Adipati Setjoadiningrat ketika berpindah kraton ke Bangkalan mendapat gelar Pangeran Adipati Setjoadiningrat. (Ini bukti, bahwa Benteng adalah Aset. Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan).
Pada tahun 1750 Bupati Surabaya yang bernama Raden Tumenggung Setjonegoro dari Tjebolang mengadakan pemberontakan kepada Kompeni Belanda. Didalam pemberontakan tersebut, Kompeni meminta bantuan dari Pangeran Adipati Setjoadiningrat di Bangkalan. Beliau sanggup membantunya dengan permintaan pada Kompeni, agar putera beliau nanti diangkat menjadi Bupati di Surabaya. Kompeni menyanggupi permintaan tersebut apabila pemberontakan dapat dibasmi.
Maka Adipati Setjoadiningrat mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Patih Bangkalan, Mas Ario Montjonegoro yang masuk Surabaya melalui Gresik, sehingga pemberontakan dapat dipadamkan. Sesudah Surabaya aman, Pangeran Setjoadiningrat  meminta pada Kompeni Belanda supaya memenuhi apa yang dijanjikannya kepada beliau. Setelah lama menunggu, Kompeni Belanda memenuhi janjinya mengangkat putera beliau sebagai Bupati Sedayu, bukan sebagai Bupati di Surabaya.
Pada tahun 1762 di Semarang diadakan kumpulan (Conferentie) dari semua Bupati di daerah pesisiran. Dalam kesempatan tersebut, maka Pangeran Adipati Setjoadiningrat diberi gelar Panembahan Tjokroadingrat (Keterangan: sejak saat itu, gelar Tjakraningrat berubah menjadi Tjokroadiningrat sehingga sampai pada bupati pertama di Bangkalan). Beliau dalam babad Madura dikenal dengan nama Panembahan Tjokroadiningrat V. Dalam perkumpulan tersebut, beliau diangkat menjadi bupati Wadhono. Dalam buku bahasa Belanda disebut dengan  “Hoofd-Regent”.
Beliau mempunyai tiga istri yaitu:
1) bergelar Ratu Maduratno, yaitu puteri dari Sunan Solo Prabu Mangkurat;
2) Ratu Adipati;
3) Ratu Lor, puteri dari kasepuhan Surabaya.
Putera-puteri beliau yang terkenal ada 28 orang. Beliau menurunkan dari sudut perempuan (puteri-puterinya) di Pamekasan, dari putera-putera menantunya yang bernama: 1) Adikoro IV (Sidhing Bulangan) dan 2) Raden Alsari alias Raden Tumenggung Ario Tjokroadingrat I atau biasa disebut “Ghung Seppo”.
Hal-hal penting dalam masa Pemerintahan Beliau .
1.      Dipindahnya jenasah Pangeran Cakraningrat IV ( Raden Djoerit ), dari Afrika Selatan ke Bangkalan ( Asta Aer Mata Arosbaya ).
2.      Perpindahan kegiatan, pusat pemerintahan kerajaan dari Sembilangan ke Bangkalan (Tahun 1747)
3.      Benteng adalah milik Kerajaan Bangkalan (Madura Barat ).
4.      Tahun 1762, sistem sebutan Gelar dari Raja menjadi Panembahan.
5.      Peristiwa Ke' Lesap Tahun 1750 M.
Setelah memerintah selama 26 tahun, beliau wafat dalam tahun 1770 dan dikebumikan di Asta Aer Mata Desa Buduran Kecamatan Arosbaya, pada bangunan Congkop 3, dimana pada Pasarean beliau tertulis Kandjeng Panembahan Cakra Adiningrat V (1669 — 1695 Caka).

Pasarean Kanjeng Gusti Panembahan Cakra Adiningrat V
(Panembahan Sidho Mukti)

Masa-masa Pemerintahan beliau dalam suasana Tenang dan Tentram, sehingga beliau setelah wafat disebutjuga "Panembahan Sidho Mukti"  Panembahan yang wafat dalam Damai dan Tenang: Sidho Ing Mukti ( Bahasa Jawa). Putra-putri beliau, ada 28 (Dua Puluh Delapan) orang, yaitu :
1.      R. Tumenggung Suro Adiningrat (Abd. Djamali), ibunya Kanjeng Ratu Maduratno Putri, Susuhunan Prabu Mangkurat di Solo. Ini punya putra Tumenggung Mangku Adiningrat (Kanjeng Panembahan Cakra Adiningrat VI).
2.      R. Tumenggung Suro Adiningrat, Pangeran Tawang Alun, Raden Abdurrahman atau Sultan Abduh, ibunya Kanjeng Ratu Maduratno.
3.      R. Tumenggung Noto Adiningrat (Santara), ibunya Ratu Adipati.
4.      R. Tumenggung Djojo Adiningrat I (Angkara).
5.      R. Ario Djayeng Rono di Tonjung.
6.      R. Ario Condronegoro di Pejagan.
7.      R. Ario Panular di Pejagan.
8.      R. Ario Mloyo Kusumo I di Kebunan.
9.      R. Ario Adikusumo di Demangan.
10.  R. Ario Djajeng Kusumo di Lesanan, ayah dari Raden Ayu Masturah, Permaisuri dari Sultan Abdul Kadir / Cakra Adiningrat II(R. Abd. Kadirun)
11.  R. Ayu Ario Juminah.
12.  R. Panji Dewo Kusumo.
13.  R. Demang Djojo Supeno.
14.  R. Prang Bakat.
15.  R. Sadakah.
16.  R. Ayu Tumenggung Ario Cokro Adiningrat.
17.  R. Ayu Kaliwungu.
18.  Ratu Haji.
19.  Istri Panembahan Sumolo di Sumenep.
20.  Istri Bupati Blambangan.
21.  Istri Ario Adikoro IV Pamekasan.
22.  R. Ayu Ario Purwo Adiningrat Blega.
23.  Ratu Kenyo.
24.  Ratu Sarse.
25.  R. Ayu Ario Suryowinoto Arosbaya.
26.  R. Ayu Notokusumo di Pasuruan.
27.  R. Ayu Panji Suronoto.
28.  R. Ayu Adipati Niti Adiningrat.


 


Source : - Catatan kecil keluarga, - Tata Tjara pemerintahan ( Kj. Zainal Fatah ). - Catatan Adikara - Pamekasan.
Posted by : Den Mas Agus

0 komentar:

Posting Komentar